A. Defenisi
Deposit gambut tersebar di banyak tempat di
dunia, terutama di Rusia, Belarusia, Ukraina, Irlandia, Finlandia, Estonia,
Skotlandia, Polandia, Jerman utara, Belanda, Skandinavia, dan di Amerika Utara,
khususnya di Kanada, Michigan, Minnesota, Everglades di Florida, dan di delta
Sungai Sacramento-San Joaquin di Kalifornia. Kandungan gambut di belahan bumi
selatan lebih sedikit, karena memang lahannya lebih sempit; namun gambut dapat
dijumpai di Selandia Baru, Kerguelen, Patagonia selatan/Tierra del Fuego dan
Kepulauan Falkland.
Definisi tanah gambut berdasarkan ASTM
D4427-92 (2002) adalah tanah yang memiliki kandungan organik tinggi yang
terjadi atas dekomposisi material tumbuhan dan dibedakan dari material tanah
organik lainnya dari kandungan abunya, < 25% abu dari berat keringnya. ASTM
D4427-92 (2002) mengklasifikasikan tanah gambut berdasarkan kandungan serat,
kandungan abu (ASTM D2974), tingkat keasaman (ASTM D2976), dan tingkat
absorbsinya (ASTM D2980). Sedangkan ASTM D5715-00 mengklasifikasikan tanah
gambut berdasarkan tingkat humifikasinya.
Gambut
terbentuk tatkala bagian-bagian tumbuhan yang luruh terhambat pembusukannya,
biasanya di lahan-lahan berawa, karena kadar keasaman yang tinggi atau kondisi
anaerob di perairan setempat. Tidak mengherankan jika sebagian besar tanah
gambut tersusun dari serpih dan kepingan sisa tumbuhan, daun, ranting, pepagan,
bahkan kayu-kayu besar, yang belum sepenuhnya membusuk. Kadang-kadang ditemukan
pula, karena ketiadaan oksigen bersifat menghambat dekomposisi, sisa-sisa
bangkai binatang dan serangga yang turut terawetkan di dalam lapisan-lapisan
gambut.
Lazimnya
di dunia, disebut sebagai gambut apabila kandungan bahan organik dalam tanah
melebihi 30%; akan tetapi hutan-hutan rawa gambut di Indonesia umumnya
mempunyai kandungan melebihi 65% dan kedalamannya melebihi dari 50cm. Tanah
dengan kandungan bahan organik antara 35–65% juga biasa disebut muck.[1]
Pertambahan
lapisan-lapisan gambut dan derajat pembusukan (humifikasi) terutama bergantung
pada komposisi gambut dan intensitas penggenangan. Gambut yang terbentuk pada
kondisi yang teramat basah akan kurang terdekomposisi, dan dengan demikian
akumulasinya tergolong cepat, dibandingkan dengan gambut yang terbentuk di
lahan-lahan yang lebih kering. Sifat-sifat ini memungkinkan para klimatolog
menggunakan gambut sebagai indikator perubahan iklim pada masa lampau. Demikian
pula, melalui analisis terhadap komposisi gambut, terutama tipe dan jumlah
penyusun bahan organiknya, para ahli arkeologi dapat merekonstruksi gambaran
ekologi pada masa purba.
Pada kondisi yang tepat,
gambut juga merupakan tahap awal pembentukan batubara. Gambut bog yang terkini,
terbentuk di wilayah lintang tinggi pada akhir Zaman Es terakhir, sekitar 9.000
tahun yang silam. Gambut ini masih terus bertambah ketebalannya dengan laju
sekitar beberapa milimeter setahun. Namun gambut dunia diyakini mulai terbentuk
tak kurang dari 360 juta tahun silam; dan kini menyimpan sekitar 550 Gt karbon.
B. Tanah Gambut di Indonesia
Luas
lahan gambut di Sumatra diperkirakan berkisar antara 7,3–9,7 juta hektare atau
kira-kira seperempat luas lahan gambut di seluruh daerah tropika. Menurut
kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas gambut topogen
dan gambut ombrogen.
Gambut
topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang
terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman
atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar
4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur; dengan zat hara yang
berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa
tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.
Gambut
ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai
gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan
gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya
lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah
sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan,
sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah
gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5),
mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air
teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai
air hitam.
Gambut
ombrogen kebanyakan terbentuk tidak jauh dari pantai. Tanah gambut ini
kemungkinan bermula dari tanah endapan mangrove yang kemudian mengering;
kandungan garam dan sulfida yang tinggi di tanah itu mengakibatkan hanya
sedikit dihuni oleh jasad-jasad renik pengurai. Dengan demikian lapisan gambut
mulai terbentuk di atasnya. Penelitian di Sarawak memperlihatkan bahwa gambut
mulai terbentuk di atas lumpur mangrove sekitar 4.500 tahun yang lalu[5]; pada
awalnya dengan laju penimbunan sekitar 0,475 m/100 tahun (pada kedalaman gambut
10–12 m), namun kemudian menyusut hingga sekitar 0,223 m/100 tahun pada kedalaman
0–5 m[6] Agaknya semakin tua hutan di atas tanah gambut ini tumbuh semakin
lamban akibat semakin berkurangnya ketersediaan hara.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar